Menguak Kehidupan Muslim di Jerman


Luthfi Nashirudin bersama Dr. Rer. Nat. Bintoro A.S., M.Si saat Pemberian Souvenir
Telah diadakan Kuantum, Kajian Untuk Umum yang diadakan oleh FOSIF pada hari rabu (13/04). Pemateri Kuantum pada hari tersebut adalah Dr. Rer. Nat. Bintoro A.S., M.Si, dengan tema Kehidupan Muslim di Jerman. Bintoro mengungkapkan pengalaman dan opininya terkait kehidupan kaum muslim di Eropa, terutama di negara Jerman. Beliau juga menceritakan statistik dan pengaruh umat Muslim di Eropa dalam bidang-bidang tertentu. 
Populasi muslim di Eropa (terkecuali di Turki) secara umum memang terbilang kecil, dalam kisaran sekian persen. Namun, hal ini masih bergantung pada negara yang dirincikan. Di Albania, Prancis, dan negara pecahan Uni Soviet secara umum jumlah populasi Islam cukup besar (>10%) menurut survei tahun 2005, sedangkan di negara lain Eropa secara umum persentasenya lebih kecil. Meskipun begitu, jika dilihat dari perkembangan sepuluh tahun terakhir, jumlah Muslim di Eropa dan Amerika Serikat diperkirakan akan meningkat menurut para pengamat.  
Secara umum, populasi muslim di Eropa terbagi atas imigran (yang berpindah dari negeri asalnya) dan penduduk asli suatu negeri. Di negara pecahan Uni Soviet sebagian besar umat muslim adalah penduduk asli negeri tersebut, walaupun sayangnya kegiatan religius di sana dalam banyak bentuk dikekang. Di negara Jerman, muslimnya dominan dari Turki. Sedangkan di Inggris dan Belanda secara berturut-turur umat Muslimnya terutama berasal dari Pakistan dan Afrika Utara. 
Kaum Muslim Eropa memiliki peranan penting dalam sejarah sains dan keagamaan dunia (secara khusus, juga mempengaruhi sejarah Eropa): bahkan salah satu Imam besar Islam yaitu Imam Bukhari berasal dari Uzbekistan, pecahan Uni Soviet. Dalam bidang ilmiah saat masa kegelapan Eropa, umat Islam meraih banyak pencapaian ilmiah, dan kontak dengan budaya sains ala Islam ini menyebabkan berkembangnya metode ilmiah oleh ilmuwan Eropa, sekalian mengantarkan Eropa ke masa Pencerahan. Pengaruh Islam pada bidang literasi misalnya, penyair Perancis? Dante Alighieri menulis Divine Comedia yang (sayangnya) antara lain mengungkapkan kesan negatif terhadap Nabi Muhammad SAW, sedangkan Goethe dari Italia mengungkapkan kesan yang lebih positif pada Nabi Besar umat Muslim tersebut. Goethe antara lain dalam - secara tersirat mendukung bahwa penggunaan uang intrinsik seperti emas dan perak (seperti pada tradisi Arab) dibandingkan uang ekstrinsik seperti uang kertas. 
Khususnya pada Jerman, pandangan penduduk negeri Eropa terhadap Muslim dan Islam cukup beragam: Jerman sebagai negara perserikatan seperti AS, penduduk pada tiap negara bagian dapat memiliki pandangan yang berbeda. Ada yang terkesan toleran, ada pula yang cenderung curiga terhadap imigran (tak terkecuali imigran muslim). Sejarah penting hubungan Jerman dengan Muslim dapat dirunut dari perjanjian kerjasama Internasional untuk kembali membangun negaranya setelah hancur akibat perang dunia kedua. 
Jerman meneken perjanjian migran pekerja dari Turki (1961), Maroko (1963), dan Tunisia (1965). Imigrasi tenaga kerja besar-besaran ini, yang didominasi tenaga kerja dengan pola pendidikan sederhana dan masih memegang kuat tradisi Islam, mewarnai pola politik Jerman sampai sekarang. Penduduk Muslim di Jerman dengan demikian terbagi atas tiga bagian: imigran seperti pencari suaka, pekerja kasar, atau veteran perang; penduduk tak tetap seperti mahasiswa ataupun lulusan universitas; dan penduduk asli Jerman (muallaf/ anak dari orangtua yang menikah beda agama). 
Nilai-nilai dasar Islam seperti mengenai Tauhid, juga masalah sehari-hari seperti masalah puasa, kajian Al-Qur’an, jadwal salat, dll banyak dibahas di masjid-masjid Eropa, tak terkecuali di Jerman. Secara khusus, organisasi Islam Jerman (baik swasta maupun yang terkait pemerintah), mengajarkan Al-Qur’an pada anak-anak, masalah penentuan hari raya/ awal puasa pada umat muslim dewasa, dan diskusi ringan-serius mengenai masalah syariat Islam.(ltf)